Bukit, gunung laut, menjadi tempat tujuan setiap orang
yang mencari ketenangan. Setiap orang punya cara dan tempat tersendiri untuk
mencapai tenang. Tak terkecuali saya, si Miss galau ini.
Minggu lalu, galau saya mendadak kambuh. Ngeliat
pemandangan dari atas gedung tinggi, enggak ampuh. Makan banyak tapi enggak
gemuk-gemuk, dan malah sama aja. Ngeliat jalanan, eh macet dan ujungnya malah
makin galau.
Akhirnya Jumat sore saya berencana untuk mendaki
gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra, bersama teman
bertualang. Bersama dua orang teman saya, kami memutuskan Sabtu akan menjadi
ninja Hattori, bermain-main dan berpetualang ke Munara.
Munara sendiri merupakan salah satu gunung gemes
(gunung yang tidak terlalu tinggi untuk pemula), terletak didaerah Kampung
Sawah, Rumpin, Bogor.
Trip ini benar-benar dadakan dan memang direncanakan
sehari sebelumnya, dengan sisa uang gaji seadanya dan juga persiapan yang ala
kadarnya.
Perjanjian awalnya tertulis janjian jam 8, di pasar
Parung. Tapi, janji hanyalah janji. Janji palsu, kayak kamu sukanya janji palsu
aja. Ujungnya jam 9 baru pada ngumpul. Saya yang biasa on time udah
menghabiskan semangkok soto ayam waktu nungguin mereka. Padahal cuma bertiga
aja tapi ya namanya juga Indonesia. This is our bad culture!
Jam 9 teng kami semua menuju Rumpin menaiki angkot
dari pasar Parung. Sempat ganti angkot 2 kali padahal seharusnya sekali aja
bisa. Ternyata kalo mau ke Rumpin itu harus tanya dulu sama abang angkotnya,
sampai rumpin atau enggak. Karena yang ke arah rumpin itu sedikit dan jarang.
Kalo cuma berdua bertiga, apalagi sendiri, abangnya enggak akan mau bawa.
Jadilah kami ganti-ganti angkot yang mau bawa kami kerumpin, padahal no angkot
dan tujuannya ya sama aja.
Sesampainya di Rumpin kami registrasi masuk dahulu.
Setiap orang dikenakan biaya Rp 5000,00. Jadi total semuanya Rp 15000,00
Awalnya sih biasa, jalanan datar, naik turunnya
sedikit. Dikeliling oleh pohon-pohon besar. Masuk kedalam hutan. Sinyal ilang,
dan kemudian pacar menyusul hilang juga.
Setelah hutan besar mulailah menanjak, Jalurnya disana
itu tangga. Buat saya tangga itu buat pegel. Makanya saya kurang suka kalo
tracknya tangga, saya lebih suka tanah yang buat saya mesti pegangan pohon
kanan kiri. Biarpun tangga lebih aman sih.
Kanan kiri masih dikelilingi oleh pohon-pohon dan
rerumputan. Sesekali juga dikelilingi oleh bayangan masa lalu. Terkadang, bisa
melihat pemadangan kebawah, tapi masuk hutan lagi dan kemudian hilang lagi
pemadangannya. Masuk kedalam hutan lagi. Yang terlihat juga akar dan daun,
kadang juga bayangan kamu. Hahahaha.
Setelah melewati hutan-hutan, sampailah kita dipos kedua. Disitu kena biaya lagi, Rp 5000,00 jadi totalnya Rp 15000,00. Disana ada warung, ada juga tukang gorengan emperan gelar tiker dibawah.
Ada juga saung-saung dan tempat duduk dari kayu gitu. Di Munara memang banyak-banyak warung, penduduk sekitar situ yang berjualan. Mungkin karena tidak terlalu tinggi dan sudah biasa jadi tidak masalah untuk mereka naik turun Munara. Sembari istirahat pun kita tidak lupa foto-foto di pos dua.
Lanjut perjalanan ke atas, setelah pos dua inilah mulai
tracknya terasa. Ada seperti gua gitu yang dikelilingi sama pohon besar. Akar
pohon gitu. Sepintas kelihatan bagus, tapi lumayan susah nanjaknya karena
jaraknya berjauhan dari batu yang satu ke batu lainnya. Disamping gua akar
pohon itu memang batu besar dan gua juga. Tapi saya enggak masuk kedalam situ. Saya
takut akan kegelapan dan kesepian. Tapi disisi pinggirnya juga ada tanah-tanah
gitu jadi enggak usah nanjak dari batu ke batu kalo enggak mau lewat batu-batu.
Setelah batu-batu tersebut
jalanan menanjak lagi, tangga-tangga lagi, seperti biasanya, juga rindu-rindu
lagi yang mulai terasa semakin menjadi. Sampailah kita di pos ketiga. Pos
ketiga itu warung. Disitu kita berhenti, saya yang kelaparan dan langsung mesen
indome. Yang lain juga nyusul makan indomie. Ternyata pada kelaparan, pantas
pada pucat.
Perjalanan emang
tinggal sedikit lagi. tapi disinilah mulai terasa lelahnya. Iyalah lelah, tapi
memang lelah yang dicari, semoga lelahku dan lelahmu membuat kita menyatu.
Perjalanan makin sulit, jarak dari batu ke batunya mulai jauh, tangganya juga
mulai terasa lebih tinggi daripada sebelumnya, entah cuma perasaan atau
angan-angan saja atau kaminya yang terasa lelah bukan main.
Setelah 15 menit
menaiki itu semua sampailah kita di atas. Hore, Galau telah tiba. Biasanya anak
muda yang keatas akan foto, narsis, dan haha hihi ria. Tapi beda dengan kami.
Kebetulan kami bertiga memang sedang galau, jadinya yang merenungi galau aja
puncak Munara.
selamat, anda masuk kedalam zona galau!
Ketika galau telah pergi dan
lelah pun datang, saya lagi-lagi makan indomie. Padahal baru 15 menit
sebelumnya saya makan indomie. Oh ya, di puncak Munara ini ada warung juga.
Jadi kalo enggak bawa makan atau makanannya habis duluan enggak usah takut
kelaparan.
Tak terasa
langit mulai terasa gelapnya, petir-petir saling bersahutan, dan kamu tetap
menjadi angan-angan. Turunlah semua kita dari puncak. Dari puncak ke pos
ketiga, hujan deras bukan main. Berteduhlah kita di pos tiga. Setelah kira-kira
setengah jam, hujan agak reda sedikit tapi tidak benar-benar reda. Kami bertiga
memutuskan untuk turun, karena kalo menunggu hujan benar-benar reda itu lama.
Toh banyak warung dan saung sepanjang perjalanan, jadi kalo terasa deras banget
ya bisa neduh.
Saat hujan,
tanah menjadi licin juga batu menjadi ikutan licin. Karena bekas pijakan
sebelumnya dibatu tersebut jadi ada bekas-bekas tanah yang licin. Saya yang
lebih suka naik daripada turun jadi lebih lambat daripada biasanya. Turun lebih
susah buat saya daripada naik, entah kenapa saya susah sekali ngerem walaupun
jalan saya sendiri sudah miring. Apalagi ditambah hujan. Makin jadi.
Untuk
menyiasatinya, saya jalan dialiran air. Emang sih jadi basah celana dan kaki saya.
Tapi, tidak terlalu licin ketimbang jalan yang basah hanya kena air hujan.
Sempat coba jalan dibukan aliran air, malah hampir kepleset. Yaudah saya jalan
di aliran air lagi. Setiap ada saung, kita berhenti dan berteduh. Reda dikit
kita jalan, reda dikit kita galau.
Alhamdulillah setelah melewati badai, melewati hutan, melewati mantan, walaupun dipaksakan tetap bisa sampai bawah dan selamat sampai tujuan. Galau hilang, lelah pun datang. Agak nekat sih, udah perempuan semua, terus hujan badai, tetap dipaksakan. Alhamdulillah Allah masih melindungi. Sekian trip galau kali ini, sampai jumpa lagi!
2 Comments
lala kecil-kecil cabe rawit :D
ReplyDeleteYuk mas trip galau, kita belom pernah trip bareng loh.
Delete