Menjelajahi Museum Taman Prasasti



“Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!” Begitulah semboyan yang diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada HUT RI. Maka dari itu saya kembali bermain-main ke museum untuk mengingat dan mempelajari sejarah kembali setelah sekian lama mempelajari sejarah mantan pacar. Dan yang museum yang menjadi tujuan trip kali ini adalah; “Museum Taman Prasasti”.


Bersama kurang lebih 30 anggota Backpacker Jakarta (selanjutnya disingkat BPJ), kami menjelajahi museum taman prasasti. Museum taman prasasti terdapat di Jl Tanah Abang  I, Jakarta Pusat. Akses ke museum ini sangatlah mudah. Bila kita menaiki kendaraan umum, kita cukup menaiki transjakarta dan berhenti di halte monas. Dari halte monas kita jalan ke arah jalan di samping museum gajah. Lalu keluar dari jalan tersebut ada jalan besar, kita jalan ke arah kiri dan nanti akan bertemu pertigaan dan lampu merah. Di pertigaan itu kita ambil kekiri lagi. Museum taman prasasti berada persis di ujung dari pertigaan itu. Harga masuk museum ini untuk dewasa adalah Rp 5000/orang dan untuk grup dikenakan Rp 3750/orang dengan minimal 30 orang.


Pada trip kali ini, kita dibagi menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok didampingi oleh seorang guide. Dan yang menjadi guide saya adalah Pak Iswan. Pak Iswan pun memulai trip dengan menceritakan tentang sejarah awal berdirinya museum taman prasasti. Jadi, museum taman prasasti itu dulu digunakan sebagai pemakan khusus orang asing di Jakarta (dulu disebutnya Batavia). Pemakaman tersebut isinya orang-orang terkenal dan pejabat pada masanya. Bisa dibilang pemakaman orang kaya. Lalu pemakaman tersebut diresmikan menjadi museum itu pada tanggal 9 Juli 1997.


Pada prasasti pertama, pak Iswan membawa kita ke sebuah patung yang sedang menunduk seperti sedang menangis. Katanya patung tersebut dibuat untuk merefleksikan kesedihan pengantin baru yang ditinggal suaminya karena wabah malaria. Patung tersebut dipahat oleh SCLV Carminati Mlano. Sayang saya enggak foto patungnya, cuma foto bagian ukiran nama pemahatnya aja. 






Lanjut kita ke makam Dr H.F Roll. Salah satu tokoh yang mencetuskan berdirinya STOVIA. Sekolah Tinggi Dokter Indonesia, yang menjadi Fakultas Kedokteran Indonesia. 



 


Lanjut kita kesebuah bangunan yang nampaknya seperti rumah. Saya fikir emang awalnya itu rumah. Ternyata makam. Makam keluarganya Ambrosius Johannes Willebrodus Van Delden. Saya ngeliatnya heran aja. Kok makam bentuknya rumah. Ternyata memang ada dibeberapa daerah makam berbentuk rumah 





Enggak cuma itu aja, ada juga makam Olivia. Istri pertama dari Thomas Stamfford Raffles. cuma sayangnya saya enggak foto disitu. Terlalu sibuk mencatat dan mendengarkan guidenya. Lanjut ke sana-sini yang enggak mungkin saya jelaskan satu persatu disini. Tibalah kita di nisannya Soe Hok Gie. Nah! Inilah yang kita tunggu-tunggu. 







Nisan Soe Hok Gie
Pada nisan Soe Hok Gie tertulis, “Nobody knows the trouble I see, nobody knows my sorrow.”





Kata Pak Iswan, dulunya Soe Hok Gie dikuburnya disini sebelum dipindahkan. Nah, sama keluarganya jenazahnya dibakar dan ditebar abunya di Mandalawangi, Pangrango. Cukup lama kita berdiri disini. Merhatiin dan terkagum-kagumnya kita sama Gie.



Photo by Nancy S

Selain Nisan Gie, juga ada monumen J.J Perie. Mayor Jendral Johan. Jacob. Perrie.  Cuma sayang seribu sayang saya enggak foto monumen ini. Tapi untungnya sih sempet difotoin sama kak Nancy. Hihihi.






Dari sekian banyak nisan-nisan dan patung-patung yang ada, yang paling menarik perhatian saya adalah kereta pengangkut jenazah. Konon katanya, kereta tersebut digunakan untuk mengangkut jenazah dari kali krukut yang telah dibawa oleh perahu. Katanya, mau sewa kereta itu pada zaman dahulu itu mahal banget. Semakin malem sewanya, semakin banyak kudanya itu katanya semakin mahal. Dan menandakan bahwa orang tersebut itu adalah orang yang kaya banget. Sumpah saya sih enggak berani kalo ngangkut dan nguburin mayat malem-malem. Siang-siang aja saya takut liat mayat.


Itu sedikit cerita saya tentang museum taman prasasti. Enggak semua patung dan nisan saya ceritain disini. Karena kalo saya ceritain disini semua bisa-bisa 14 tahun enggak kelar-kelar kayak ceritanya Rangga dan Cinta. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Pak Iswan yang telah membimbing, menjelaskan, dan menemani kami di museum taman prasasti ini.  Dan tidak lupa juga kami berfoto keluarga lengkap dengan dua tour guide kami.







Sekian trip museum kali ini, dan selalu ingat JASMERAH! “Jangan sekali-kali tinggalkan sejarah!”

Post a Comment

2 Comments

  1. Seruuuu.....

    Aku beruntung bisa ikut trip ke Museum Taman Prasasti ini, kalau ada jalan-jalan ke museum lagi saya diajak ya kak! hehehhe

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama ya mas, nanti trip selanjutnya ikut lagi. hihihi.

      Delete